JALAN YANG LURUS

JALAN YANG LURUS

Seorang Manusia, dengan segala macam kelebihan yang dimilikinya, tetaplah ia adalah seorang hamba yang senantiasa membutuhkan Allah ﷻ. Mereka butuh pertolongan, petunjuk, kasih sayang, serta ampunan dari Allah ﷻ. Berkaitan dengan apa yang dibutuhkan oleh Manusia, Allah ﷻ memberikan kesempatan bagi Manusia untuk terus-menerus meminta kepada-Nya akan apa saja yang dibutuhkan oleh mereka.

Bukan sebatas kesempatan, bahkan Allah ﷻ memerintahkan Manusia untuk secara khusus meminta kepada Allah ﷻ, akan apa yang paling mereka butuhkan dalam kehidupan. Dalam setiap sholat yang dikerjakan, Allah ﷻ mengharuskan adanya bacaan surat Al-Fatihah, yang di dalamnya ada sebuah permintaan:

ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ 

Tunjukilah kami jalan yang lurus

Setiap bagian waktu yang terlewati dalam kehidupan ini, adalah jengkal demi jengkal langkah kaki menuju Akhirat yang abadi. Jika salah dalam melangkah atau menentukan arah, maka Neraka akan menjadi tempat kembali.

Bukalah Mushaf yang ada di hadapan Anda! Kemudian carilah di mana surat Al-Fatihah berada. Iya, surat tersebut berada dalam urutan pertama. Di surat itulah permintaan tersebut berada, yakni permintaan untuk mendapatkan petunjuk jalan yang lurus.

Jawaban Itu Sangat Dekat

Tidak jauh dari tempat di mana permintaan tersebut berada, Allah ﷻ langsung memberikan jawaban dalam surat setelahnya, yakni surat Al-Baqarah. Allah ﷻ berfirman:

الٓمٓ ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ 

Alif laam miim. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.

Sebuah permintaan yang langsung Allah ﷻ berikan jawabannya. Berulang kali dalam shalatnya, seorang hamba meminta kepada Allah ﷻ, agar ia diberikan petunjuk jalan yang lurus. Maka Allah ﷻ menegaskan, bahwa apa yang diminta, jawabannya adalah dengan mengikuti pesan yang ada di dalam Al-Quran.

Setiap hal yang sangat dibutuhkan oleh Manusia dalam hal Akhiratnya, pasti Allah ﷻ berikan, bahkan sebelum seorang hamba memintanya. Namun, jika yang diminta oleh seorang hamba adalah sesuatu yang bersifat Duniawi, maka Allah ﷻ menyesuaikan berdasarkan hikmah dan ilmu-Nya.

Jika yang diminta berdampak baik bagi seorang hamba, maka Allah ﷻ akan memberikan apa yang diminta. Jika yang diminta berdampak tidak baik, maka Allah ﷻ akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Allah ﷻ juga memperhatikan, kapan sesuatu yang diminta itu akan diberikan. Maka janganlah terburu-buru! Allah ﷻ lebih tahu, kapan permintaan hamba diberikan.

TEKNOLOGI SUARA SANGKAKALA

TEKNOLOGI SUARA SANGKAKALA

Teknologi perintah suara yang dalam istilah bahasa inggris disebut automatic speech recognition (ASR), adalah suatu sistem yang memungkinkan perangkat untuk mengenali dan memahami kata-kata atau suara.

Hasil dari identifikasi kata atau suara yang diucapkan dapat ditampilkan dalam bentuk tulisan atau dapat dibaca oleh perangkat teknologi sebagai sebuah komando atau perintah untuk diproses menjadi suatu pekerjaan.[1]

Secara singkat cara kerja teknologi perintah suara ada 3, yaitu:

  1. Input data suara
  2. Proses data atau identifikasi
  3. Output berupa pekerjaan atau tindakan

Lalu, apa hubungan teknologi ini dengan kaum Muslimin?

Bukan di Tangan Kaum Muslimin

Penulis ingin menyampaikan bahwa saat ini teknologi tersebut tidak berada di tangan kaum Muslimin. Bermacam perusahaan besar yang dimiliki oleh non muslim sedang berlomba-lomba untuk mengembangkannya, sebut saja Google, Apple, Microsoft, dll.

Padahal sesungguhnya di tangan kaum Muslimin lah teknologi tersebut seharusnya berada; di tangan kaum Musliminlah teknologi tersebut seharusnya dikembangkan; dan bahkan di tangan kaum Musliminlah seharusnya semua teknologi dikuasai.

Teknologi Gelombang Suara Sudah Ada di Al-Qur’an

Para pembaca yang dirahmati Allah ﷻ, mengapa penulis menyatakan demikian?

Sebab, kunci untuk menguasai teknologi tersebut ada di dalam kitabullah dan sunnah Rasulullah ﷺ yang notabenenya dimiliki oleh kaum Muslimin.

وَنُفِخَ فِي ٱلصُّورِ فَصَعِقَ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَن فِي ٱلۡأَرۡضِ إِلَّا مَن شَآءَ ٱللَّهُۖ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخۡرَىٰ فَإِذَا هُمۡ قِيَامٞ يَنظُرُونَ ٦٨

“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)” (QS. Az-Zumar: 68)

Ibnu Jarir Ath Thobari menyebutkan salah satu pendapat tentang makna Ash Shur di dalam tafsirnya. Beliau mengutip sebuah riwayat yang berbunyi “Bahwasannya Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang (makna) Ash Shur, beliau pun menjawab: Terompet/sangkakala yang ditiup padanya”.[2]

Lebih lanjut Allah ﷻ berfirman:

 يَوۡمَ يَسۡمَعُونَ ٱلصَّيۡحَةَ بِٱلۡحَقِّۚ ذَٰلِكَ يَوۡمُ ٱلۡخُرُوجِ ٤٢

“(Yaitu) pada hari mereka mendengar teriakan dengan sebenar-benarnya itulah hari keluar (dari kubur)” (QS. Qoof: 42)

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Ash Shoyhah adalah suara yang berasal dari tiupan sangkakala.

Jelaslah bagi kita bahwa sebenarnya teknologi perintah suara yang ada saat ini, sangatlah mirip dengan peristiwa yang digambarkan di dalam Al-Qur’an. Yakni saat ada suara tiupan sangkakala yang menjadi input data, kemudian alam semesta memahami arti dari suara tersebut. Selanjutnya, terjadilah peristiwa yang menghancurkan alam semesta dan matilah semua makhluk yang ada.

Begitu pula dengan peristiwa kebangkitan setelah kematian. Diawali dengan tiupan sangkakala yang kedua, kemudian diikuti dengan serangkaian peristiwa bangkitnya manusia dari kuburnya.

Mukjizat Al-Qur’an

Para pembaca yang dirahmati Allah ﷻ! Jika memang benar bahwa Allah ﷻ sudah memberikan isyarat akan adanya teknologi tersebut melalui ayat-ayat suci-Nya, lalu mengapa bukan kaum muslimin yang mendapatkan inspirasi untuk menemukan dan menguasai teknologi tersebut?

Ya, barangkali kita baru sebatas membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an, dan belum mampu memahami, apalagi menggali inspirasi darinya. Padahal, Al-Qur’an itu merupakan sumber inspirasi, karena di dalamnya ada petunjuk, rahmat, dan kabar gembira dengan segala bentuk kemukjizatannya.

Allah ﷻ berfirman:

وَيَوۡمَ نَبۡعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٖ شَهِيدًا عَلَيۡهِم مِّنۡ أَنفُسِهِمۡۖ وَجِئۡنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِۚ وَنَزَّلۡنَا عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ تِبۡيَٰنٗا لِّكُلِّ شَيۡءٖ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٗ وَبُشۡرَىٰ لِلۡمُسۡلِمِينَ ٨٩

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (QS. An-Nahl: 89)

Para pembaca yang dirahmati Allah ﷻ! Mungkin hal ini seharusnya disampaikan puluhan tahun lalu sebelum teknologi perintah suara ditemukan. Namun, tidak ada salahnya hal ini tetap disampaikan agar kita semakin sadar bahwa kaum Muslimin harus bangkit dari tidur panjangnya. Kaum Muslimin harus segera menguatkan fondasi imannya, berpegang teguh serta mempelajari kitabullah dan sunnah Rasulnya.

Allah ﷻ berfirman:

…. وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱللَّهُۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ ٢٨٢

“Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al-Baqoroh: 282)

Jangan pernah silau akan kemajuan teknologi yang telah dicapai oleh non muslim. Sebab sejatinya, mereka baru menemukan sebutir pasir dari sekian banyak kemukjizatan Al-Qur’an yang tersebar bagaikan hamparan di padang sahara. Semoga kita atau anak cucu kita  mampu menemukan butiran pasir lainnya.

Wallahu a’lam bis showaab


[1] id.m.wikipedia.org/wiski/Pengenalan_ucapan

[2] Diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam Musnad Abdullah bin Amru No.6507 dan diriwayatkan pula oleh imam Abu Dawud, At Tirmidzi dan Al Hakim. Terompet atau sangkakala di zaman nabi biasa terbuat dari tanduk kerbau.

BULAN RAMADHAN

BULAN RAMADHAN

Saudaraku, bulan Ramadhan adalah sebuah karunia besar di antara sekian banyak karunia Allah ﷻ yang telah diberikan kepada kita. Di antara karunia-karunia tersebut, ada karunia yang berkaitan dengan ikhtiar Manusia untuk mendapatkannya seperti harta, pasangan, keturunan dan lain sebagainya. Adapun bulan Ramadhan, ia adalah karunia yang sama sekali tidak berkaitan dengan ikhtiar Manusia. Bahkan sudah menjadi ketentuan dari Allah ﷻ akan kedatangannya menghampiri Manusia setiap tahunnya.

Pertanggungjawaban Nikmat

Setiap nikmat atau karunia tentu akan diminta pertanggung jawabannya, begitu pula dengan karunia berupa Ramadhan. Allah ﷻ berfirman:

ثُمَّ لَتُسۡأَلُنَّ يَوۡمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ

kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan. [At Takathur:8]

Saudaraku, bagaimana jawaban kita kelak ketika ditanya “Bagaimana engkau menyambut datangnya kenikmatan itu? Bagaimana engkau beramal di waktu itu? Dan bagaimana sikapmu ketika kenikmatan itu telah berlalu?”.

Saudaraku, mari kita simak bagaimana Rasulullah ﷺ dan generasi terdahulu mempersiapkan diri untuk menyambut datangnya Ramadhan:

قال معلى بن الفضل عن السلف رحمهم الله: “كانوا يدعون الله ستة أشهر أن يبلغهم رمضان، ثم يدعونه ستة أشهر أن يتقبل منهم”

Ma’la bin al Fadhl menceritakan perihal Salaf terdahulu: “Mereka senantiasa berdoa kepada Allah ﷻ semenjak 6 bulan (sebelum Ramadhan) agar Allah ﷻ menyampaikan mereka pada bulan Ramadhan, kemudian mereka terus berdoa kepada Allah ﷻ selama 6 bulan setelah Ramadhan agar Allah ﷻ menerima amalan mereka.

وقال يحي بن أبى كثير: “كان من دعائهم: اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِيْ إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـيْ رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِيْ مُتَقَبَّلاً”

Yahya bin Abi Katsir berkata: “Di antara doa Salaf terdahulu adalah: Ya Allah! Sampaikanlah aku hingga bulan Ramadhan, dan sampaikanlah Ramadhan kepadaku, serta terimalah amalan-amalanku di bulan Ramadhan”[1]

Kapan Menyambut Ramadhan?

Saudaraku, enam bulan sebelum Ramadhan generasi terdahulu sudah mampu merasakan akan datangnya bulan Ramadhan. Padahal di penghujung Sya’ban saja sering kali kita belum mampu merasakan apa-apa. Terasa mengherankan mungkin, namun cinta dan rindu itu dari dulu memang seperti itu.

Saudaraku, dalam cinta dan rindu tak ada batasan tempat dan waktu. Lihatlah cinta dan rindu Ya’qub AS kepada Yusuf AS. Di mana baju Yusuf AS masih berada bermil-mil jauhnya, namun cinta dan rindu mengantarkan aroma Yusuf AS kepadanya. Allah ﷻ berfirman:

وَلَمَّا فَصَلَتِ ٱلۡعِيرُ قَالَ أَبُوهُمۡ إِنِّي لَأَجِدُ رِيحَ يُوسُفَۖ لَوۡلَآ أَن تُفَنِّدُونِ  ٩٤ [ يوسف: 94]

Tatkala kafilah itu telah ke luar (dari negeri Mesir) berkata ayah mereka: “Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku)”. [Yusuf:94]

قَالُواْ تَٱللَّهِ إِنَّكَ لَفِي ضَلَٰلِكَ ٱلۡقَدِيمِ  ٩٥ [ يوسف: 95]

Keluarganya berkata: “Demi Allah, sesungguhnya kamu masih dalam kekeliruanmu yang dahulu”. [Yusuf:95]

Asy Syarif ar Ridho pernah mengungkapkan dalam sya’irnya:

سهم أصاب وراميه بذي سلم           من بالعراق، لقد أبعدتِ مرماكِ

Sebuah anak panah mengenai padahal pemanahnya ada di Dzi Salam (Hijaz)

Orang yang ada di Iraq, sungguh sangat jauh sasaranmu itu

Saudaraku, jarak antara perbatasan Mesir dan Palestina tidak menghalangi aroma Yusuf u, sebagaimana orang yang berada di Iraq juga tak luput dari anak panah yang dilesatkan dari Hijaz. Cinta dan rindulah rahasianya. Jika kita benar-benar cinta pada bulan Ramadhan, maka akan ada rindu, dan rindu itulah yang akan menghadirkan suasana Ramadhan di setiap bulan yang kita lewati.


[1] لطائف المعارف لابن رجب (ص148)

AKU BANGGA SEBAGAI ISTRIMU

AKU BANGGA SEBAGAI ISTRIMU

Sebulan atau sampai beberapa bulan setelah pernikahan, biasanya seorang istri masih dengan bangga mencatut nama suami dalam nama panggilan dirinya. Saat ia ditanya via sms atau telepon “Ini dengan saudari siapa?” Dengan mantap ia pun menjawab “Ini saya, Istri Fulan”

Hal tersebut biasanya berlangsung sampai kelahiran seorang anak. Sebab, setelah dikaruniai seorang anak, sebagian besar Orangtua akan mencatut nama anak dalam nama panggilannya. Maka tidak heran, yang tadinya dipanggil dengan Istri Fulan berganti menjadi Ummu Fulan.

Dalam tulisan saya kali ini, bukan berarti saya menyalahkan panggilan dengan sebutan ummu fulan. Sebab, panggilan tersebut juga masyhur di zaman Rasulullah ﷺ, seperti: Ummu Aiman, Ummu Salamah, Ummul Fadhl, dan sebagainya. Bahkan dalam Al-Qur’an juga ada penyebutan Ummu Musa.

Perlu kita ketahui, ternyata Al-Quran sangat sering mencatut nama suami dalam panggilan wanita yang telah bersuami. Allah ﷻ berfirman:

إِذۡ قَالَتِ ٱمۡرَأَتُ عِمۡرَٰنَ رَبِّ إِنِّي نَذَرۡتُ لَكَ مَا فِي بَطۡنِي مُحَرَّرٗا فَتَقَبَّلۡ مِنِّيٓۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ ٣٥

(Ingatlah), ketika isteri ´Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”[1]

۞وَقَالَ نِسۡوَةٞ فِي ٱلۡمَدِينَةِ ٱمۡرَأَتُ ٱلۡعَزِيزِ تُرَٰوِدُ فَتَىٰهَا عَن نَّفۡسِهِۦۖ قَدۡ شَغَفَهَا حُبًّاۖ إِنَّا لَنَرَىٰهَا فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ ٣٠

Dan wanita-wanita di kota berkata: “Isteri Al Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata”[2]

فَأَقۡبَلَتِ ٱمۡرَأَتُهُۥ فِي صَرَّةٖ فَصَكَّتۡ وَجۡهَهَا وَقَالَتۡ عَجُوزٌ عَقِيمٞ ٢٩

Kemudian isterinya datang memekik lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata: “(Aku adalah) seorang perempuan tua yang mandul”[3]

ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا لِّلَّذِينَ كَفَرُواْ ٱمۡرَأَتَ نُوحٖ وَٱمۡرَأَتَ لُوطٖۖ كَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَيۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَٰلِحَيۡنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمۡ يُغۡنِيَا عَنۡهُمَا مِنَ ٱللَّهِ شَيۡ‍ٔٗا وَقِيلَ ٱدۡخُلَا ٱلنَّارَ مَعَ ٱلدَّٰخِلِينَ ١٠

Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): “Masuklah ke dalam jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)”[4]

وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱمۡرَأَتَ فِرۡعَوۡنَ إِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ٱبۡنِ لِي عِندَكَ بَيۡتٗا فِي ٱلۡجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِن فِرۡعَوۡنَ وَعَمَلِهِۦ وَنَجِّنِي مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ ١١

Dan Allah membuat isteri Fir´aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir´aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim[5]

وَٱمۡرَأَتُهُۥ حَمَّالَةَ ٱلۡحَطَبِ ٤

Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar[6]

Hikmah

Wahai para istri! Jangan pernah ragu ataupun malu, untuk mencatut nama suami dalam panggilan anda. Sebab, Al-Qur’an pun sering menyebutkannya.

Wahai para suami! Perbaikilah dirimu selalu, agar istrimu mampu dengan mantap menyatakan bahwa ia adalah istrimu. Jangan engkau hinakan dirimu, sehingga istrimu ragu atau bahkan malu, untuk menyatakan bahwa ia adalah istrimu.

Wahai para istri! Berpikirlah dua kali sebelum engkau bertindak. Sebab, kebaikan ataupun keburukan yang engkau lakukan, akan berefek pula kepada suami.

Siapa yang tidak tahu akan kesalehan nabi Nuh dan nabi Luth ‘Alaihimas Salam. Namun nama mereka tercatut dalam ayat perumpamaan bagi orang-orang kafir. Yang demikian tidak lain adalah karena perbuatan buruk dari istri mereka.

Siapa yang tidak tahu akan keburukan Fir’aun. Namun namanya tercatut dalam ayat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman. Yang demikian tidak lain adalah karena perbuatan baik dari istrinya.

Wahai para suami! Didiklah istri-istrimu dengan sebaik-baiknya. Sebab, jika mereka baik, maka engkau akan mendapatkan kebaikan pula. Namun jika mereka buruk karena kurangnya pendidikan yang engkau berikan, maka engkau akan mendapatkan keburukan pula.

Saya adalah Istri Fulan

Panggil saja saya Bu Fulan


[1] QS. Ali Imron: 35

[2] QS. Yusuf: 30

[3] QS. Adz-Dzariyat: 29

[4] QS. At-Tahrim: 10

[5] QS. At-Tahrim: 11

[6] QS. Al-Masad: 4

BACA TULIS

BACA TULIS

Baca Tulis | Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa bangsa Arab adalah bangsa Ummiy (tidak membaca dan menulis). Maksudnya adalah sebagian besar dari mereka tidak menguasai keahlian membaca dan menulis, dengan catatan bukan dikarenakan ketidak mampuan mereka. Hal tersebut terjadi dikarenakan bangsa arab lebih banyak mengandalkan kemampuan hafalan mereka, sehingga maklumat cukup disampaikan dari mulut ke mulut dan disimpan dalam ingatan mereka. Oleh karenanya akan sangat sulit sekali kita jumpai manuskrip berupa teks dari masa sebelum kenabian rasulullah Muhammad ﷺ.

              Cukup mengejutkan tentunya, jika kita mencermati dengan baik wahyu yang Allah ﷻ turunkan pertama kali. Di tengah bangsa Arab yang tidak akrab dengan kegiatan baca tulis, ternyata wahyu yang turun pertama kali berbicara dengan sangat jelas tentang membaca dan menulis. Bukan hanya perintah untuk membaca, di dalam wahyu tersebut juga disampaikan landasan dalam membaca serta isyarat tentang proses menulis.

Perintah membaca

              Wahyu yang pertama kali Allah ﷻ turunkan dalam surat Al-‘Alaq ayat 1-5 di dalamnya terdapat dua perintah membaca. Perintah pertama dibarengi dengan penjelasan bahwa Allah ﷻ adalah Pencipta Manusia, lalu pada perintah kedua dibarengi dengan penjelasan bahwa Allah ﷻ Maha Mulia dan Pemurah.

              Jika kita memperhatikan dengan cermat uslub atau metode yang digunakan oleh Al-Quran, maka kita akan mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dalam perintah membaca tersebut. Beberapa hal yang bisa kita cermati dalam uslub tersebut di antaranya:

  1. Permulaan surat langsung dimulai dengan perintah, tanpa adanya muqoddimah ataupun keterangan penyerta yang mendasari alasan keberadaan perintah tersebut. Seolah Al-Quran ingin menyampaikan bahwa membaca sudah menjadi aktivitas yang sewajarnya Manusia lakukan, sehingga tidak lagi perlu alasan ataupun penjelasan lebih lanjut.
  2. Perintah membaca ini turun di tengah kaum yang ummy. Seolah Al-Quran ingin menyampaikan bahwa akan ada perubahan besar pada kaum ini, dan wasilahnya adalah dari proses membaca.
  3. Tidak ada penyebutan obyek apa yang harus dibaca, sehingga cakupannya menjadi sangat luas, mencakup ayat-ayat Qouliyah dan Kauniyah serta membaca apa yang tertulis dan apa yang terpatri dalam hati.
  4. Terdapat perintah membaca sebanyak dua kali. Hal ini menegaskan pentingnya membaca untuk meningkatkan kualitas sumber daya Manusia.
  5. Ada penyebutan kata Qolam yang berarti pena setelah dua perintah membaca. Hal ini menunjukkan bahwa proses menulis baru bisa dilakukan jika seseorang telah banyak membaca, dan setelah seseorang menulis ia harus membaca kembali hasil tulisannya.

Selain dari beberapa poin di atas, ada satu lagi pelajaran penting yang harus sangat diperhatikan oleh kaum Muslimin. Sebagaimna kita ketahui bersama, bahwa setiap aktivitas yang dilakukan Manusia pastilah memiliki landasan. Oleh karenanya Al-Quran tidak hanya menyampaikan perintah membaca, akan tetapi Al-Quran juga mengajarkan landasan atau dasar dalam aktivitas membaca.

ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ ١

Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan

              Dalam ayat tersebut terdapat huruf Ba’ yang akan mengajarkan kepada kita landasan atau dasar dalam membaca. Ibnu ‘Asyur dalam tafsirnya At Tahrir wa At Tanwir menjelaskan tiga makna huruf Ba’ dalam ayat tersebut:

  • Al isti’anah atau permintaan tolong,

artinya setiap aktivitas membaca harus dimulai dengan memohon pertolongan dari Allah ﷻ

  • Al Mushohabah atau penyertaan,

artinya dalam setiap proses dan aktivitas membaca harus senantiasa menyertakan Allah ﷻ

  • Bi ma’na ‘Ala atau atas,

artinya dalam setiap aktivitas membaca haruslah atas izin Allah ﷻ.

Halaman berikutnya >>>