SEPERTI UTRUJJAH

SEPERTI UTRUJJAH

Dahulu Utrujjah atau Utrunjah merupakan salah satu buah elit di kalangan masyarakat Arab. Harganya pun cukup mahal, sehingga di salah satu pembahasan fiqih, buah Utrujjah dijadikan sebagai patokan nishob hukum potong tangan. Artinya, ketika seseorang mencuri buah Utrujjah maka ia akan dikenakan hukuman potong tangan.

Apa sebenarnya yang membuat buah Utrujjah begitu berharga?

  1. Harum baunya
  2. Indah warna dan bentuknya
  3. Manis rasanya
  4. Lembut tekstur dan daging buahnya

Siapapun yang memakan buah Utrujjah, maka keempat panca indera; indera penglihatan, indera perasa, indera peraba, dan indera pengecap akan merasakan nikmat luar biasa. Jika saja buah tersebut mampu bicara, barangkali suaranya pun merdu ketika ditangkap oleh indera pendengar.

Begitulah gambaran seorang mukmin yang gemar membaca Al Qur’an. Suara bacaan Al Qur’an seorang mu’min akan dinikmati para pendengarnya, laksana semerbak harum Utrujjah yang memikat. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الْأُتْرُجَّةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ التَّمْرَةِ لَا رِيحَ لَهَا وَطَعْمُهَا حُلْوٌ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ لَيْسَ لَهَا رِيحٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ

Perumpamaan orang mu’min yang membaca Al-Qur’an bagaikan buah Utrujah, baunya wangi dan rasa buahnya enak. Dan perumpamaan orang mu’min yang tidak membaca Al-Qur’an bagaikan buah Kurma, tidak berbau namun rasanya enak. Sedangkan perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Qur’an, bagaikan buah Raihanah, baunya enak namun rasanya pahit. Dan perumpaman orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an, bagaikan buah Hanzalah, tidak berbau dan rasanya pahit.

HR. Imam Bukhori No.5427 dan Imam Muslim No.797

Memandang seorang mu’min pun begitu membahagiakan. Seolah kejernihan hati dan iman yang ada dalam hatinya terpancar dan terlihat jelas dari wajahnya. Melihat wajah teduhnya menimbulkan kerinduan untuk segera berinteraksi dan berada di dekatnya, sebagaimana kerinduan seseorang untuk memegang dan mencicipi kelezatan buah Utrujjah setelah melihatnya.

Keindahan yang terbias dari seorang mu’min yang gemar membaca Al Qur’an, membuat siapa pun yang ada di dekatnya seolah sedang menikmati manisnya buah Utrujjah melalui perangai dan tutur katanya.

Tatapannya teduh dan hatinya lembut ibarat tekstur buah Utrujjah, sehingga siapapun akan mudah berinteraksi dan merasa senang berada di dekatnya. Sebagaimana buah ini tidak mengecewakan penikmatnya, begitu pula dengan mu’min yang gemar membaca Al Qur’an. Ia tidak akan menyusahkan, mengecewakan atau melukai perasaan saudaranya.

Namun, mengapa kini banyak kita jumpai ‘Utrujjah’ yang hanya harum baunya, tetapi bentuk dan warnanya tidak menarik? Rasanya pun tidak manis bahkan pahit dan tekstur dagingnya keras. Mengapa bisa demikian?

Barangkali, ‘Utrujjah’ yang kita jumpai saat ini dipetik dari pohon sebelum masanya, sebelum ia benar-benar matang.

Ya, barangkali seorang mu’min yang membaca Al Qur’an saat ini banyak yang dipetik dari pohon sebelum masak dan ranum imannya. Maka, ia hanya merdu suara bacaannya, namun kasar perangainya, pahit tutur katanya, serta tak elok penampilannya.

NABI DAN SYUHADA PUN IRI

NABI DAN SYUHADA PUN IRI

Tiada yang meragukan, bahwa para nabi dan syuhada adalah golongan Manusia yang mendapatkan kemuliaan dari Allah ﷻ. Mereka mendapatkan kedudukan yang tinggi nan mulia di sisi-Nya, sehingga wajar banyak Manusia lain yang mendamba untuk mendapatkan kedudukan yang sama.

Ada sekelompok Manusia, mereka bukan golongan para nabi atau syuhada. Namun para nabi dan syuhada pun bahkan iri kepada mereka, karena kemuliaan yang telah Allah ﷻ berikan kepada mereka. Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ لأُنَاسًا مَا هُمْ بِأَنْبِيَاءَ وَلاَ شُهَدَاءَ يَغْبِطُهُمُ الأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَاءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِمَكَانِهِمْ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ تُخْبِرُنَا مَنْ هُمْ. قَالَ هُمْ قَوْمٌ تَحَابُّوا بِرُوحِ اللَّهِ عَلَى غَيْرِ أَرْحَامٍ بَيْنَهُمْ وَلاَ أَمْوَالٍ يَتَعَاطَوْنَهَا فَوَاللَّهِ إِنَّ وُجُوهَهُمْ لَنُورٌ وَإِنَّهُمْ عَلَى نُورٍ لاَ يَخَافُونَ إِذَا خَافَ النَّاسُ وَلاَ يَحْزَنُونَ إِذَا حَزِنَ النَّاسُ». وَقَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ (أَلاَ إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ)

Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat sekelompok manusia yang bukan para nabi dan bukan pula orang-orang yang mati syahid. Para nabi dan orang-orang yang mati syahid merasa iri kepada mereka pada Hari Kiamat karena kedudukan mereka di sisi Allah Ta’ala.” Mereka(para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah Anda akan mengabarkan kepada kami siapakah mereka? Beliau bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai dengan ruh (dari) Allah bukan karena hubungan kekerabatan di antara mereka, bukan pula karena adanya harta yang saling mereka berikan. Demi Allah, sesungguhnya wajah mereka adalah cahaya, dan sesungguhnya mereka berada di atas cahaya, tidak merasa takut ketika orang-orang merasa takut, dan tidak bersedih ketika orang-orang merasa bersedih.” Dan beliau membaca ayat ini (yang artinya),

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

(HR. Abu Dawud)

Para nabi dan syuhada adalah golongan Manusia yang sangat besar ujian serta cobaannya, sangat besar perjuangan serta perjuangannya. Para nabi harus tulus menyampaikan, serta rela disustakan; para syuhada harus rela mengorbankan harta bahkan jiwa dan raga.

Maka perhatikanlah orang-orang yang saling mencintai karena Allah ﷻ! Mereka rela ketika saling berbeda, mereka memberikan cinta yang sama, mereka pun mengalami sakit yang sama. Senyum mereka pada saudaranya, Allah ﷻ menggantinya dengan cahaya yang ada pada wajah mereka. Kesedihan mereka atas apa yang menimpa saudaranya, menjadikan Allah ﷻ menghilangkan ketakutan serta kesedihan pada diri mereka.

Saudaraku! Inilah ukhuwah, Aku mencintai karena Allah

qiroati

Kita memang terlahir dari rahim yang berbeda
Ibu kita berbeda, bahkan ayah kita pun tak sama

Tak pernah aku mengenalmu sebelumnya
Bahkan dirimu tak ada dalam potongan-potongan ingatan masa kecilku

Saat pintu tetangga tertutup rapat
Saat pagar dan tembok tinggi menjulang
Saat sanak kerabat dan keluarga jauh di sana
Saat jodoh tak kunjung ku temukan
Engkau hadir
Mewarnai dan memberikan goresan tinta dalam lembaran kehidupanku

Canda tawa bersamamu
Suka dan duka pun bersamamu

Kadang bahagia engkau berikan
Kesal dan kecewa pun tak jarang engkau goreskan

Namun kesal dan kecewa tak ada harganya
Jika dibandingkan dengan hadirmu dalam jiwa

Kadang kata-katamu indah bagaiakan bunga yang sedang mekar
Kadang kata-katamu juga menusuk tajam bagaikan duri mawar

Sejatinya ia hanyalah duri kecil yang tiada arti
Bagi sebongkah hati yang telah teruji

Namun hati ini belumlah teruji
Sehingga duri kecil pun bagaikan paku besi

Jujur, aku lemah dan lengah tanpamu
Hadirnya dirimu menghadirkan sebuah suasana
Untuk saling menasehati dalam kebenaran serta kesabaran

Dalam persahabatan bukan berarti tak ada seteru
Sebab ketika manusia bersama pastilah perbedaan itu ada

Namun yakinlah bahwa
Tatkala kita terpisah, saling rindu akan ada

Rindu itu bukan hanya akan kesamaan
Bahkan rindu itu juga akan perbedan

Perbedaan itu bisa menjadi indah
Ada daun ada bunga
Keduanya berbeda
Baik rupa ataupun warna
Mereka indah karena berbeda
Bunga tetaplah bunga
Dan daun tetaplah daun
Jangan paksakan bunga menjadi daun
Dan jangan paksakan daun menjadi bunga

Aku adalah aku
Dan dirimu adalah dirimu
Semoga kita menjadi indah
Layaknya daun dan bunga

Wahai sahabat!
Selain keluarga dan harta
Engkau adalah karunia Allah yang tiada tara
Semoga engkau sudi membersamaiku di dunia dan akhirat

MEMIKUL DOSA ORANG LAIN

MEMIKUL DOSA ORANG LAIN

Ketika manusia berdiri saat hari kebangkitan untuk menerima kitab catatan amal perbuatan dan melihat isinya, mungkin manusia tidak akan terkejut ketika melihat catatan amal buruk yang pernah ia kerjakan, karena dahulu dia sadar bahwa kelak ia akan melihat catatan keburukannya di kitab tersebut. Sesungguhnya suatu keterkejutan yang amat dahsyat adalah ketika manusia mendapati kesalahan-kesalahan yang tidak ia lakukan tercatat dan diperhitungkan dalam kitab amalan tersebut. Barangkali ia mendapati kesalahan-kesalahannya terhadap sepuluh orang, seratus orang bahkan mungkin jutaan orang.
Baiklah, dari mana datangnya catatan amal yang ia tidak mengerjakannya? Dan bagaimana diperhitungkan atasnya sesuatu yang tidak ia lakukan?. Perhatikanlah firman Allah berikut:

لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۙ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ

(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.
وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالًا مَعَ أَثْقَالِهِمْ ۖ وَلَيُسْأَلُنَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَمَّا كَانُوا يَفْتَرُونَ

Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri, dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan.

Yaa Allah! Berapa banyak kata yang terucap dan kami mengucapkannya tentang Engkau tanpa didasari ilmu, sehingga orang-orang terpengaruh dan menjerumuskannya ke dalam maksiat, maka kesalahan orang tersebut ada dalam kitab amalan kami sedangkan kami tidak menyadarinya. Setiap kali kemaksiatannya terulang maka terulang pula catatan dalam kitab amalan kami.
Berapa banyak karya tulis yang mengandung syubhat sehingga mempengaruhi dan mengacaukan pikiran ribuan pembacanya, sehingga mereka menganggap remeh hukum syari’at dan mereka menyebarkan syubhat tersebut kepada ribuan orang lainnya.
Berapa banyak lidah ini mengucapkan perkataan yang buruk terhadap seseorang, kemudian kata itu berpindah dan terus berpindah sehingga terdengar oleh puluhan pasang telinga dan menimbulkan kebencian.
Demi Allah sesungguhnya jika manusia duduk sejenak bersama jiwanya dan merenungi kesalahan-kesalahannya, maka ia akan mampu untuk mempersiapkan masa depannya kelak di akhirat. Memikul beban dosa sendiri saja kita tidak mampu, lalu bagaimana jika harus memikul beban dosa orang lain yang bahkan mungkin tidak kita kenal?.
Wahai saudaraku yang berharga! Demi Allah sesungguhnya aku menyukai untuk kalian seperti apa yang aku sukai untuk diriku. Saudaraku yang mulia hendaklah selalu kita membacakan kedua ayat tersebut atas diri kita.
Semoga kita semua selamat dari maksiat diri kita, juga maksiat yang dilakukan oleh saudara kita.

#Disarikan dari kitab Roqoiqul Quran