Seseorang yang datang ke Masjid dengan membawa kendaraan, ketika ia shalat, ada kemungkinan ia teringat akan kendaraannya tersebut, apalagi ketika terdengar suara alarm kendaraan yang berbunyi. Ketika seseorang pergi meninggalkan rumah, di mana di rumah tersebut tersimpan banyak sekali barang mewah serta harta benda lainnya, tentulah si pemilik merasa khawatir jikalau ada pencuri yang mengambilnya.
Begitulah pengaruh harta terhadap sebagian besar Manusia. Ia bagaikan fatamorgana di depan mata, serta rantai besi yang membelenggu hati. Lihatlah orang yang rakus akan harta, ia akan terus berlari mengejarnya tanpa ada kepuasan hati, karena yang ia kejar hanya janji dan angan-angan. Semakin banyak harta yang ia kumpulkan, semakin banyak pula kekhawatiran akan kehilangan. Kekhawatiran itu terus membelenggu jiwa, bagikan rantai besi yang melilit tubuhnya.
Harta Allah ﷻ berikan kepada Manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun harta bagaikan pedang bermata dua, satu sisi mendatangkan manfaat, sedangkan sisi lainnya mendatangkan madharat. Menjadi salah satu bukti indahnya syariat Islam, ketika Allah ﷻ menetapkan aturan tentang harta, seperti zakat dan sedekah sunnah lainnya.
Dalam kitab Zadul Ma’ad yang ditulis oleh Ibnu Qoyyim al Jauziah, dalam pasal Sebab-sebab Lapangnya Dada, beliau menyampaikan bahwa salah satu sebab lapangnya dada adalah berbuat baik dan memberi manfaat kepada sesama; mendermakan harta salah satunya. Beliau juga menyampaikan, bahwa orang yang dermawan termasuk orang yang paling lapang dadanya, suci jiwanya, serta baik hatinya. Sedangkan orang yang pelit termasuk orang yang paling sempit dadanya, merana hidupnya, serta paling besar kesedihan dan kegundahannya.
Rasulullah ﷺ pernah membuat perumpamaan antara orang yang bakhil dan orang yang gemar bersedekah, beliau bersabda:
مَثَلُ الْبَخِيلِ وَالْمُنْفِقِ كَمَثَلِ رَجُلَيْنِ عَلَيْهِمَا جُبَّتَانِ مِنْ حَدِيدٍ مِنْ ثُدِيِّهِمَا إِلَى تَرَاقِيهِمَا فَأَمَّا الْمُنْفِقُ فَلَا يُنْفِقُ إِلَّا سَبَغَتْ أَوْ وَفَرَتْ عَلَى جِلْدِهِ حَتَّى تُخْفِيَ بَنَانَهُ وَتَعْفُوَ أَثَرَهُ وَأَمَّا الْبَخِيلُ فَلَا يُرِيدُ أَنْ يُنْفِقَ شَيْئًا إِلَّا لَزِقَتْ كُلُّ حَلْقَةٍ مَكَانَهَا فَهُوَ يُوَسِّعُهَا وَلَا تَتَّسِعُ تَابَعَهُ
“Perumpamaan bakhil dengan munfiq (orang yang suka berinfaq) seperti dua orang yang masing-masing mengenakan baju jubah terbuat dari besi yang hanya menutupi buah dada hingga tulang selangka keduanya. Adapun orang yang suka berinfaq, tidaklah dia berinfaq melainkan bajunya akan melonggar atau menjauh dari kulitnya hingga akhirnya menutupi seluruh badannya sampai kepada ujung kakinya. Sedangkan orang yang bakhil, setiap kali dia tidak mau berinfaq dengan suatu apa pun, maka baju besinya akan menyempit sehingga menempel ketat pada setiap kulitnya, dan ketika dia mencoba untuk melonggarkannya maka dia tidak dapat melonggarkannya”. (Shahih Bukhari hadis nomor 1352)
Saudaraku, takut akan kehilangan yang memenuhi pikiran serta menyempitkan dada, dapat dihilangkan dengan saling berbagi. Karena orang yang berbagi sejatinya telah membuang ketakutannya, lalu mendapatkan kepuasan dan kelapangan dada. Pernahkah Anda menyaksikan orang yang suka bersedekah jatuh dalam kemiskinan karena sedekahnya? Yang sering saya saksikan justru orang yang bakhil jatuh dalam kesengsaraan.
Lepaskanlah apa yang selayaknya engkau lepaskan, lepaskan dengan penuh kerelaan, niscaya engkau akan beroleh kepuasan. Tangan yang dipenuhi dengan roti tak akan mampu menerima daging.
Wallahu A’lam Bis Showab