AKU BANGGA SEBAGAI ISTRIMU

AKU BANGGA SEBAGAI ISTRIMU

Sebulan atau sampai beberapa bulan setelah pernikahan, biasanya seorang istri masih dengan bangga mencatut nama suami dalam nama panggilan dirinya. Saat ia ditanya via sms atau telepon “Ini dengan saudari siapa?” Dengan mantap ia pun menjawab “Ini saya, Istri Fulan”

Hal tersebut biasanya berlangsung sampai kelahiran seorang anak. Sebab, setelah dikaruniai seorang anak, sebagian besar Orangtua akan mencatut nama anak dalam nama panggilannya. Maka tidak heran, yang tadinya dipanggil dengan Istri Fulan berganti menjadi Ummu Fulan.

Dalam tulisan saya kali ini, bukan berarti saya menyalahkan panggilan dengan sebutan ummu fulan. Sebab, panggilan tersebut juga masyhur di zaman Rasulullah ﷺ, seperti: Ummu Aiman, Ummu Salamah, Ummul Fadhl, dan sebagainya. Bahkan dalam Al-Qur’an juga ada penyebutan Ummu Musa.

Perlu kita ketahui, ternyata Al-Quran sangat sering mencatut nama suami dalam panggilan wanita yang telah bersuami. Allah ﷻ berfirman:

إِذۡ قَالَتِ ٱمۡرَأَتُ عِمۡرَٰنَ رَبِّ إِنِّي نَذَرۡتُ لَكَ مَا فِي بَطۡنِي مُحَرَّرٗا فَتَقَبَّلۡ مِنِّيٓۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ ٣٥

(Ingatlah), ketika isteri ´Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”[1]

۞وَقَالَ نِسۡوَةٞ فِي ٱلۡمَدِينَةِ ٱمۡرَأَتُ ٱلۡعَزِيزِ تُرَٰوِدُ فَتَىٰهَا عَن نَّفۡسِهِۦۖ قَدۡ شَغَفَهَا حُبًّاۖ إِنَّا لَنَرَىٰهَا فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ ٣٠

Dan wanita-wanita di kota berkata: “Isteri Al Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata”[2]

فَأَقۡبَلَتِ ٱمۡرَأَتُهُۥ فِي صَرَّةٖ فَصَكَّتۡ وَجۡهَهَا وَقَالَتۡ عَجُوزٌ عَقِيمٞ ٢٩

Kemudian isterinya datang memekik lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata: “(Aku adalah) seorang perempuan tua yang mandul”[3]

ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا لِّلَّذِينَ كَفَرُواْ ٱمۡرَأَتَ نُوحٖ وَٱمۡرَأَتَ لُوطٖۖ كَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَيۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَٰلِحَيۡنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمۡ يُغۡنِيَا عَنۡهُمَا مِنَ ٱللَّهِ شَيۡ‍ٔٗا وَقِيلَ ٱدۡخُلَا ٱلنَّارَ مَعَ ٱلدَّٰخِلِينَ ١٠

Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): “Masuklah ke dalam jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)”[4]

وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱمۡرَأَتَ فِرۡعَوۡنَ إِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ٱبۡنِ لِي عِندَكَ بَيۡتٗا فِي ٱلۡجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِن فِرۡعَوۡنَ وَعَمَلِهِۦ وَنَجِّنِي مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ ١١

Dan Allah membuat isteri Fir´aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir´aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim[5]

وَٱمۡرَأَتُهُۥ حَمَّالَةَ ٱلۡحَطَبِ ٤

Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar[6]

Hikmah

Wahai para istri! Jangan pernah ragu ataupun malu, untuk mencatut nama suami dalam panggilan anda. Sebab, Al-Qur’an pun sering menyebutkannya.

Wahai para suami! Perbaikilah dirimu selalu, agar istrimu mampu dengan mantap menyatakan bahwa ia adalah istrimu. Jangan engkau hinakan dirimu, sehingga istrimu ragu atau bahkan malu, untuk menyatakan bahwa ia adalah istrimu.

Wahai para istri! Berpikirlah dua kali sebelum engkau bertindak. Sebab, kebaikan ataupun keburukan yang engkau lakukan, akan berefek pula kepada suami.

Siapa yang tidak tahu akan kesalehan nabi Nuh dan nabi Luth ‘Alaihimas Salam. Namun nama mereka tercatut dalam ayat perumpamaan bagi orang-orang kafir. Yang demikian tidak lain adalah karena perbuatan buruk dari istri mereka.

Siapa yang tidak tahu akan keburukan Fir’aun. Namun namanya tercatut dalam ayat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman. Yang demikian tidak lain adalah karena perbuatan baik dari istrinya.

Wahai para suami! Didiklah istri-istrimu dengan sebaik-baiknya. Sebab, jika mereka baik, maka engkau akan mendapatkan kebaikan pula. Namun jika mereka buruk karena kurangnya pendidikan yang engkau berikan, maka engkau akan mendapatkan keburukan pula.

Saya adalah Istri Fulan

Panggil saja saya Bu Fulan


[1] QS. Ali Imron: 35

[2] QS. Yusuf: 30

[3] QS. Adz-Dzariyat: 29

[4] QS. At-Tahrim: 10

[5] QS. At-Tahrim: 11

[6] QS. Al-Masad: 4

WAHAI AYAHKU, HIBURLAH IBU!

WAHAI AYAHKU, HIBURLAH IBU!

Wahai Ayah! Aku rasa Ibu sangatlah lelah

Mungkin bobotku tidaklah seberapa

Akan tetapi ia membawaku setiap saat selama masa hamilnya

      Bukan sehari atau dua hari

      Bukan sepekan atau dua pekan

      Bukan pula sebulan atau dua bulan

      Akan tetapi sembilan bulan lamanya

Selama itu, bukan di kasur aku berada

Bukan pula dalam gendongan

Selama itu, aku berada dalam perut dan menyatu dengannya

    Wahai Ayah! Betapa lelahnya Ibu

    Ke manapun, ia membawaku

    Dalam tidurnya, duduknya dan berdirinya ia selalu membawaku

Wahai Ayah! Betapa letihnya Ibu

Di dalam perutnya

Tak jarang pukulan dan tendangan aku berikan padanya

Tanpa tahu betapa sakitnya itu

Oh Ibu, maafkanlah aku!

    Wahai Ayah! Sesungguhnya rasa sakit yang diderita, belum selesai sampai di situ

    Ingatlah tatkala aku harus keluar dari dalam tubuhnya

    Entah rasa sakit seperti apa yang dideritanya kala itu

    Orang lain tidak akan pernah bisa merasakannya

    Bukan aku, bukan pula Ayah

    Hanya rasa gembira yang dapat Ayah rasakan

    Sesaat setelah aku dilahirkan

    Bukan rasa sakit Ibu demi melahirkanku

Wahai Ayahku, hiburlah Ibu!

Mungkin saya bukan pujangga yang pandai merangkai kata. Namun demikianlah sekiranya, pendapat yang akan dikemukakan oleh anak kita. Manakala kita bertanya kepadanya, terkait seorang Ibu yang telah melahirkannya.

Perhatikanlah Firman Allah  ﷻ dalam surah Maryam. Maka kita akan melihat sebuah gambaran, bagaimana Allah ﷻ memberikan hiburan kepada Ibu mulia tersebut.

Allah ﷻ berfirman:

فَأَجَآءَهَا ٱلۡمَخَاضُ إِلَىٰ جِذۡعِ ٱلنَّخۡلَةِ قَالَتۡ يَٰلَيۡتَنِي مِتُّ قَبۡلَ هَٰذَا وَكُنتُ نَسۡيٗا مَّنسِيّٗا ٢٣ فَنَادَىٰهَا مِن تَحۡتِهَآ أَلَّا تَحۡزَنِي قَدۡ جَعَلَ رَبُّكِ تَحۡتَكِ سَرِيّٗا ٢٤ وَهُزِّيٓ إِلَيۡكِ بِجِذۡعِ ٱلنَّخۡلَةِ تُسَٰقِطۡ عَلَيۡكِ رُطَبٗا جَنِيّٗا ٢٥ فَكُلِي وَٱشۡرَبِي وَقَرِّي عَيۡنٗاۖ فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ ٱلۡبَشَرِ أَحَدٗا فَقُولِيٓ إِنِّي نَذَرۡتُ لِلرَّحۡمَٰنِ صَوۡمٗا فَلَنۡ أُكَلِّمَ ٱلۡيَوۡمَ إِنسِيّٗا ٢٦

  1. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan”

Al Makhodh adalah rasa sakit ketika hendak melahirkan[1]. Hal ini bisa disebabkan oleh pergerakan bayi[2] atau kontraksi yang sangat kuat, sebagai proses terjadinya kelahiran.

Kata An Nakhlah (Pohon kurma) dalam ayat tersebut di atas menggunakan bentuk Ta’rif (Definitif) dengan ال. Hal ini menunjukkan bahwa pangkal pohon kurma tersebut, benar-benar telah disediakan oleh Allah ﷻ, sebagai tempat untuk bersandarnya Maryam.[3]

Oleh karenanya. Wahai para suami atau calon ayah, sediakanlah dan persiapkanlah diri anda. Untuk menjadi sandaran bagi istri-istri anda, di kala mereka lelah dan letih. Sebagaimana Allah ﷻ telah menyediakan sebuah pohon kurma untuk Maryam.

  1. Maka ia menyerunya dari bawahnya (Maryam): “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu

Para ulama tafsir berbeda pendapat mengenai siapakah yang menyeru Maryam dari bawahnya. Ada yang mengatakan, ia yang dimaksud adalah Isa ‘Alaihis Salam, dan ada pula yang mengatakan Jibril ‘Alaihissalam. Siapa pun itu yang telah menyeru Maryam, sesungguhnya seruannya adalah agar Maryam tidak lagi bersedih hati. Sebab, Allah telah memberikan hiburan berupa anak sungai yang mengalir di bawahnya dengan indah.

Seumur hidupnya, Maryam banyak menghabiskan waktunya untuk berkhidmat di Baitul Maqdis. Maka pastilah ia jarang untuk berjalan melihat indahnya dunia luar. Maka ketika Allah ﷻ menjadikan untuknya sebuah anak sungai, hal tersebut menjadi hiburan yang luar biasa untuknya. Bahkan barangkali, pemandangan seperti itu belum pernah ia lihat sebelumnya, di mana ia bisa minum dari air sungai tersebut, bersuci dan menikmati pemandangan serta suara aliran airnya.

Wahai para suami, ajaklah istri anda untuk melihat keindahan alam ini, hiburlah ia. Barangkali hanya dengan mengajaknya ke sungai atau danau, hal itu akan dapat menghiburnya. Akan lebih baik lagi, jika anda bawa istri anda untuk melihat pemandangan alam yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

  1. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu

Disebutkan dalam beberapa kitab tafsir, di antaranya adalah Nadzmud Duror dan Al Lubab, bahwa saat itu adalah musim dingin. Pada musim dingin tersebut, biasanya pohon kurma tidak berbuah. Kalaupun berbuah, maka waktu masaknya atau menjadi Ruthob (Kurma matang sempurna) adalah di musim panas. Tidak hanya itu, bahkan disebutkan pula, bahwa pohon kurma tersebut adalah pohon kurma yang kering.

Namun Allah ﷻ Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ia hadirkan dari tempat yang sebelumnya tidak ada air, sebuah anak sungai yang mengali. Ia hadirkan dari sebuah pohon yang kering, Ruthob yang telah masak dan penuh kandungan air yang menyegarkan, sebagai hiburan untuk Maryam. Bukan hanya sebagai hiburan. Sesungguhnya, makanan terbaik untuk wanita yang sedang nifas adalah Ruthob[4].

Wahai para suami, berikanlah makanan dan minuman terbaik untuk istri anda. Berikanlah makanan dan minuman yang ia sukai, asalkan makanan dan minuman tersebut halal, sehat dan bermanfaat untuknya. sebab, pada dasarnya, bukan hanya istri anda yang akan mengkonsumsi makanan tersebut. Akan tetapi buah hati anda pun, akan turut serta menikmati makanan dan minuman tersebut.

  1. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini”

Qorry ‘Ayna berasal dari kata Al Qurr (Dingin/sejuk). Sesungguhnya, apabila mata itu berbahagia, maka air matanya akan dingin dan sejuk. Sedangkan apabila bersedih hati, maka air matanya akan panas[5]. Abu Tammam dalam penggalan syairny berkata:

فأمَّا عُيُونُ العاشِقينَ فأسْخِنَتْ وأمَّا عُيونُ الشَّامتينَ فقرَّتِ

Adapun mata orang-orang yang mabuk cinta, maka ia itu panas

Dan adapun mata orang-orang yang bahagia (Di atas derita orang lain), maka ia itu dingin

Wahai para suami, sejukkanlah air mata istri anda, buatlah ia bahagia. Kelembutan tutur kata dan belaian anda akan menyenangkan hatinya. Berikanlah kejutan yang membahagiakannya. Perhatikanlah perasaan dan penampilannya. Mungkin istri anda sedang cemas atau khawatir, maka hadirlah sebagai sosok yang menenangkannya, berikanlah rasa aman untuknya. Mungkin baju, sandal atau sepatunya mulai usang, maka tidak ada salahnya jika anda membelikan yang baru untuknya :D.

Bahagiakanlah! Sebab, rasa bahagia tersebut akan mengalir dalam air susu istri anda. Demikian pula rasa sedih yang dideritanya.

Demikianlah tulisan ini saya persembahkan untuk Ibu tercinta dan Istri tercinta, serta seluruh Ibu dan Istri di dunia.

Wallahu A’lamu bis Showab


[1] Tafsir Fathul Bayan

[2] Tafsir Nadzmud Duror

[3] Tafsir Al Lubab Fiji Ulumil Kitab

[4] Tafsir Adhwaul Bayan

[5] Tafsir Al Lubab Fiji Ulumil Kitab

MEMIKUL DOSA ORANG LAIN

MEMIKUL DOSA ORANG LAIN

Ketika manusia berdiri saat hari kebangkitan untuk menerima kitab catatan amal perbuatan dan melihat isinya, mungkin manusia tidak akan terkejut ketika melihat catatan amal buruk yang pernah ia kerjakan, karena dahulu dia sadar bahwa kelak ia akan melihat catatan keburukannya di kitab tersebut. Sesungguhnya suatu keterkejutan yang amat dahsyat adalah ketika manusia mendapati kesalahan-kesalahan yang tidak ia lakukan tercatat dan diperhitungkan dalam kitab amalan tersebut. Barangkali ia mendapati kesalahan-kesalahannya terhadap sepuluh orang, seratus orang bahkan mungkin jutaan orang.
Baiklah, dari mana datangnya catatan amal yang ia tidak mengerjakannya? Dan bagaimana diperhitungkan atasnya sesuatu yang tidak ia lakukan?. Perhatikanlah firman Allah berikut:

لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۙ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ

(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.
وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالًا مَعَ أَثْقَالِهِمْ ۖ وَلَيُسْأَلُنَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَمَّا كَانُوا يَفْتَرُونَ

Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri, dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan.

Yaa Allah! Berapa banyak kata yang terucap dan kami mengucapkannya tentang Engkau tanpa didasari ilmu, sehingga orang-orang terpengaruh dan menjerumuskannya ke dalam maksiat, maka kesalahan orang tersebut ada dalam kitab amalan kami sedangkan kami tidak menyadarinya. Setiap kali kemaksiatannya terulang maka terulang pula catatan dalam kitab amalan kami.
Berapa banyak karya tulis yang mengandung syubhat sehingga mempengaruhi dan mengacaukan pikiran ribuan pembacanya, sehingga mereka menganggap remeh hukum syari’at dan mereka menyebarkan syubhat tersebut kepada ribuan orang lainnya.
Berapa banyak lidah ini mengucapkan perkataan yang buruk terhadap seseorang, kemudian kata itu berpindah dan terus berpindah sehingga terdengar oleh puluhan pasang telinga dan menimbulkan kebencian.
Demi Allah sesungguhnya jika manusia duduk sejenak bersama jiwanya dan merenungi kesalahan-kesalahannya, maka ia akan mampu untuk mempersiapkan masa depannya kelak di akhirat. Memikul beban dosa sendiri saja kita tidak mampu, lalu bagaimana jika harus memikul beban dosa orang lain yang bahkan mungkin tidak kita kenal?.
Wahai saudaraku yang berharga! Demi Allah sesungguhnya aku menyukai untuk kalian seperti apa yang aku sukai untuk diriku. Saudaraku yang mulia hendaklah selalu kita membacakan kedua ayat tersebut atas diri kita.
Semoga kita semua selamat dari maksiat diri kita, juga maksiat yang dilakukan oleh saudara kita.

#Disarikan dari kitab Roqoiqul Quran